Senin, 04 Januari 2010

Qawaid Fiqhiyah

KAIDAH YANG BERKAITAN DENGAN
ADAT KEBIASAAN

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Adat adalah sutu aturan sosial yang sudah ada sejak zaman nenek moyang atau sesuatu yang dikerjakan dan diucapkan secara berulang-ulang sehingga dianggap baik dan diterima oleh akal sehat. Kita tahu bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang Flexibel dan tidak menutup kemungkinan akan adanya lapangan ijtihad.
Adapun kajian adat dalam Islam yaitu, ‘Urf. Dalam hal ini para ahli Ushul Fiqh mendefinisikan bahwa adat dan ‘Urf itu sama. Hanya saja, ada sedikit perbedaan diantaranya yaitu ‘Urf sebagai tindakan atau ucapan dikenal dan diangap baik serta diterimaoleh akal sehat. Dilihat dari pemahaman tersebut bahwa bisa dikatakan dari pemahaman adat adalah bahasa Indonesianya ‘Urf dan pemahaman hukum adat dari kalangan yang memakainya hanya terbatas pada satu komunitas atau masyarakat tertentu saja. Sedangkan ‘Urf adalah bahasa Arabnya dan juga lebih luas diterima dan lebih banyak diketahui oleh masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN



A. Kaidah Pokok Tentang Adat Kebiasaan

Salah satu sumber hukum Islam setelah tidak ditemukan ketentuannya secara tekstual baik dalam Al-Qur'an maupun dalam Al-Hadits adalah adat atau 'urf yang baik. Adat atau 'Urf yang baik adalah suatu yang telah berlaku dikalangan Muslim baik berupa perkataan atau perbuatan yang tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah, tidak menimbulkan kesempitan dan kesulitan.
Kaidah pokok tentang adat kebiasaan adalah:


"adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum"
Menurut Al-Jurjany:
Al-'aadah ialah sesuatu (perbuatan/perkataan) yang terus menerus dilakukan oleh manusia, karena dapat diterima oleh akal dan manusia mengulang-ulanginya terus menerus.
Al-'Urf adalah sesuatu (perbuatan/perkataan) yang jiwa merasa tenang dalam mengerjakannya, karena sejalan dengan akal (sehat) dan diterima oleh tabiat (yang sejahtera).
Menurut Abdul Wahab Kholaf:
Al-'Urf ialah sesuatu yang telah diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan oleh mereka, dari: perkataan, perbuatan atau (sesuatu) yang ditinggalkan. Hal ini dinamakan pula dengan Al-'Adaah. Dan dalam bahasa ahli syara' tidak ada perbedaan antara Al-'Urf dengan Al-'Adaah.
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa Al-'Urf dan Al-'Adaah adalah searti, yang dapat berupa perbuatan atau perkataan.
Keduanya harus betul-betul telah berulang-ulang dikerjakan oleh manusia, sehingga melekat pada jiwa, diterima dan dibenarkan oleh akal. Hal yang demikian itu tentu merupakan hal yang bermanfaat.
Macam-macam 'urf:
'Urf dapat dibagi atas beberapa bagian. Ditinjau dari segi sifatnya. 'urf terbagi kepada:
a. 'Urf Qauli
Ialah 'Urf yang berupa perkataan' seperti perkataan walad, menurut bahasa berarti anak, termasuk di dalamnya anak laki-laki dan anak perempuan. Tetapi dalam percakapan sehari-hari biasa diartikan dengan anak laki-laki saja. Lahmun, menurut bahasa berarti daging termasuk di dalamnya segala macam daging, seperti daging binatang darat dan ikan Tetapi dalam percakapan sehari-hari hanya berarti binatang darat saja tidak termasuk di dalamnya daging binatang air (ikan).
b. 'Urf amali
Ialah 'urf yang berupa perbuatan. Seperti jual beli dalam masyarakat tanpa mengucapkan shighat akad jual beli. Padahal menurut syara', shighat jual beli itu merupakan salah satu rukun jual beli. Tetapi karena telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat melakukan jua beli tanpa shighat jual beli dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diingini, maka syara' membolehkannya.

Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya 'urf, terbagi atas:
a. 'Urf shahih
Ialah 'urf yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan syara'. Seperti mengadakan pertunangan sebelum melangsungkan akad nikah, dipandang baik, telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat dan tidak bertentangan dengan syara'.

b. 'Urf fasid
Ialah 'urf yang tidak baik dan tidak dapat diterima, karena bertentangan dengan syara'. Seperti kebiasaan mengadakan sesajian untuk sebuah patung atau suatu tempat yang dipandang keramat. Hal ini tidak dapat diterima, karena berlawanan dengan ajaran tauhid yang diajarkan agama Islam.

Ditinjau dari ruang lingkup berlakunya, 'urf terbagi kepada:
a. 'Urf 'âm
Ialah 'urf yang berlaku pada suatu tempat, masa dan keadaan, seperti memberi hadiah (tip) kepada orang yang telah memberikan jasanya kepada kita, mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah membantu kita dan sebagainya.
Pengertian memberi hadiah di sini dikecualikan bagi orang-orang yang memang menjadi tugas kewajibannya memberikan jasa itu dan untuk pemberian jasa itu, ia telah memperoleh imbalan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, seperti hubungan penguasa atau pejabat dan karyawan pemerintah dalam urusan yang menjadi tugas kewajibannya dengan rakyat/masyarakat yang dilayani, sebagai mana ditegaskan oleh Hadits Nabi Muhammad SAW. Artinya:
"Barangsiapa telah memberi syafa'at (misalnya jasa) kepada saudaranya berupa satu syafa'at (jasa), maka orang itu memberinya satu hadiah lantas hadiah itu dia terima, maka perbuatannya itu berarti ia telah mendatangi/memasuki satu pintu yang besar dari pintu-pintu riba.
Hadits ini menjelaskan hubungan penguasa/sultan dengan rakyatnya.

b. 'Urf khash
Ialah 'urf yang hanya berlaku pada tempat, masa atau keadaan tertentu saja. Seperti mengadakan halal bi halal yang biasa dilakukan oleh bangsa Indonesia yang beragama Islam pada setiap selesai menunaikan ibadah puasa bulan Ramadhan, sedang pada negara-negara Islam lain tidak dibiasakan.
Para Ulama sepakat menolak 'Urf Fasid (adat kebiasaan yang salah) untuk dijadikan landasan hukum. Pembicaraan selanjutnya adalah tentang 'Urf Shahih. Menurut hasil penelitian Al-Tayyib Khudari Al-Sayyid, guru besar Ushul Fiqh di Universitas al-Azhar Mesir dalam karyanya al-Ijtihad fi ma la nassa fih, bahwa mazhab yang dikenal banyak menggunakan 'urf sebagai landasan hukum adalah kalangan Hanafiyah dan kalangan Malikiyah, dan selanjutnya oleh kalangan Hanabilah dan kalangan Syafi'iyah. Menurutnya, pada prinsipnya mazhab-mazhab besar fiqh tersebut sepakat menerima adat istiadat sebagai landasan pembentukan hukum, meskipun dalam dan rinciannya terdapat perbedaan diantara mazhab-mazhab tersebut. Sehingga, 'urf dimasukkan kedalam kelompok dalil-dalil yang diperselisihkan di kalangan ulama.

B. Dasar Pengambilan dalam Nash (Al-Qur'an dan Sunnah)
Sebagian ulama berpendapat bahwa dasar kaidah diatas adalah
1. Firman Allah SWT:
       
"Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh". (Q.S. Al-A'raf: 199)

2. Perkataan 'Abdullah bin Mas'ud r.a:





"... Dari Abdullah bin Mas'ud r.a., ia berkata: Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, baik pula menurut pandangan Allah dan apa yang dipandang jelek menurut kaum muslimin, jelek pula menurut kaum muslimin, jelek pula menurut pandangan Allah."

Menurut Abu Zahra, perkataan Abdullah bin Mas'ud tersebut baik dilihat dari segi pengungkapannya maupun dari tujuannya menunjukkan bahwa setiap perkara yang telah mentradisi dikalangan kaum muslimin dan dipandang sebagai perkara yang baik, maka perkara tersebut dipandang baik juga oleh Allah. Penentangan terhadap tradisi tersebut akan mendatangkan kesempitan dan kesulitan, padahal dalam syari'at Islam hal tersebut harus dihindari sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Hajj ayat 78:
      
"... Allah sekali-kali tidak menjadikan untukmu dalam agama sesuatu kesulitan ..."
Oleh karena itu, lanjut Abu Zahra, ulama Hanafiyah dan Malikiyah menyatakan bahwa hukum yang ditetapkan berdasarkan adat atau 'urf yang baik sama dengan yang ditetapkan berdasarkan syara'. Sedangkan ulama Syafi'iyah menyatakan bahwa hukum yang ditetapkan oleh 'urf yang baik sama dengan yang ditetapkan oleh nash.

C. Aplikasinya Dalam Contoh
Diantara perbuatan yang hukumnya oleh Rasulullah SAW ditetapkan berdasarkan adat ialah seperti yang diterangkan hadits:
"Ketika Nabi SAW datang di Madinah, mereka (penduduk Madinah) telah (biasa) memberi uang panjar (uang muka) pada buah-buahan untuk waktu satu tahun atau dua tahun".
"Maka Nabi bersabda: Barangsiapa memberi uang panjar pada buah-buahan, maka berikanlah uang panjar itu pada takaran yang trtentu, timbangkan yang tertentu dan waktu yang tertentu".
Maka semua kebiasaan yang bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syara' dalam muamalah seperti dalam jual beli, sewa-menyewa, kerjasamanya pemilik sawah dengan penggarap dan sebagainya, adalah merupakan dasar hukum, sehingga seandainya terjadi perselisihan pendapat diantara mereka, maka penyelesaiannya harus dikembalikan pada adat kebiasaan atau 'urf yang berlaku. Demikian pula dalam munakahat seperti tentang banyaknya mahar, atau nafkah, juga harus dikembalikan kepada adat kebiasaan yang berlaku. Sedangkan adat kebiasaan yang berlawanan dengan nash-nash syara' atau bertentangaan dengan jiwanya seperti kebiasaan suap menyuap, disajikannya minuman keras dan sarana perjudian dalam pesta-pesta atau dalam resepsi, tentu tidak boleh dianggap/dijadikan dasar hukum.
Dalam hubungannya dengan kaidah ini para fuqaha menyatakan:
"Semua yang datang dari syara', secara mutlak, tidak ada ketentuannya dalam agama dan tidak ada dalam bahasa, maka dikembalikan kepada urf".

D. Kaidah-kaidah Lainnya yang Berkenaan dengan Adat Kebiasaan
1. Kebiasaan yang Dipertimbangkan


"Adat yang dipertimbangkan adalah yang biasa terjadi bukan yang jarang terjadi".
Kaidah ini mengandung arti bahwa adat yang dapat dipertimbangkan sebagai dasar penetapan hukum adalah adat yang atau sering terjadi, sehingga adat yang biasa terjadi harus didahulukan apabila bertentangan dengan adat yang jarang terjadi. Contoh penerapan kaidah ini dalam fiqh jinayah, misalnya dalam penetapan minuman yang memabukkan. Sesuatu minuman dianggap khamr karena minuman tersebut biasaanya memabukkan. Walaupun ada orang yang tidak mabuk dengan minuman tersebut, kenyataannya ini tidak dapat dijadikan pertimbangan hukum karena pada asalnya minuman tersebut memabukkan bagi sebagian besar orang.

2. Adat Dipertimbangkan Menurut Keadaan


"Tidak dapat diingkari bahwa hukum berubah karena perubahan keadaan".
Kaidah ini mengandung arti bahwa hukum dapat berubah apabila keadaan yang menjadi dasar pembentukan hukum tersebut berubah. Menurut Shubhi Mahmashani, hukum yang berubah tersebut adalah ijtihadiyah yang didasarkan atas maslahah dan adat.
Contoh penerapan kaidah diatas dalam fiqh adalah dalam masalah eksekusi qishash atau hukuman mati. Pada masa rasulullah SAW eksekusi qishash atau hukuman mati, alat yang digunakan adalah pedang dengan cara menebas leher si terhukum. Sejalan dengan kemajuan teknologi, eksekusi qishash dapat dipertimbangkan dengan menggunakan alat yang lebih cepat mematikan dan mengurangi rasa sakit, misalnya dengan senjata api.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kaidah pokok tentang adat kebiasaan adalah:
"adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum"

Kaidah-kaidah Lainnya yang Berkenaan dengan Adat Kebiasaan:
1. Kebiasaan yang Dipertimbangkan
"Adat yang dipertimbangkan adalah yang biasa terjadi bukan yang jarang terjadi".
2. Adat Dipertimbangkan Menurut Keadaan
"Tidak dapat diingkari bahwa hukum berubah karena perubahan keadaan".

B. Saran

Dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan berbagai macam betuk adat kebiasaan yang kita temukan. Kita sebagai mahasiswa syariah yang telah mengetahui kaidah tentang adat kebiasaan, tentu haruslah bisa membedakan mana kebiasaan yang sesuai dengan syarak dan mana yang tidak. Sehingga kita tidak terjebak dalam kebiasaan yang salah. Dan tentu kita setelah mempelajai kaidah yang berkaitan dengan adat ini juga harus bisa memberikan penerangan bagi masyarakat jika menemukan kebiasaan yang tidak sesuai dengan syariat.

DAFTAR PUSTAKA


DR. Jaih Mubararok, M.Ag., dan Enceng Arif Faizal, S.A.g., Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam),. Jakarta: Pustaka Bani Quraisy, 2004

Drs. H. Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh (Al-Qowa'idul Fiqhiyyah),. Jakarta: Kalam Mulia, 1996

http://bhell.multiply.com/reviews/item/86

Prof. Dr. H. Satria Effendi, M. Zein, M.A., Ushul Fiqh., Jakarta: Kencana, 2005

Laporan KKN STAIN Batusangkar

LAPORAN INDIVIDU
KULIAH KERJA NYATA (KKN)
ANGKATAN XII TAHUN 2009



Tema Program
”Mengukur Arah Kiblat dan Pengelolaan Pembentukan Remaja Masjid”




Disusun Oleh;

NAMA : JALVI ANDRA MUSTAFA
NIM : 206 358
DUSUN : KOTO BARU
DESA : KOLOK NAN TUO
KECAMATAN : BARANGIN
KABUPATEN : SAWAHLUNTO





Dosen Pembimbing Lapangan (DPL)

DR. Hj. Fitri Yeni M. Dalil, Lc
NIP. 19680101 199803 2 004



PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (P3M)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) BATUSANGKAR
TAHUN 2009 M/ 1430 H

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN INDIVIDU
Laporan kegiatan ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Angkatan XII Tahun 2009 Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Batusangkar sebagai upaya peningkatan dan pemberdayaan masyarakat dalam kehidupan keberagaman dalam rangka program “Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Bidang Keagamaan” di Dusun Koto Baru, Nagari Kolok Nan Tuo, Kecamatan Barangin, Kabupaten Sawahlunto, sejak tanggal 14 Juli s/d 11 September 2009.


Disahkan di : Sawahlunto
Dusun : Koto Baru
Pada Tanggal : 12 November 2009

Mahasiswa/ Peserta,




Jalvi Andra Mustafa
NIM. 206 358

Mengesahkan,
Dosen Pembimbing Lapangan (DPL),




DR. Hj. Fitri Yeni M. Dalil, Lc
NIP. 19680101 199803 2 004 a.n. Kepala Dusun Koto Baru




Desriyanti


KATA PENGANTAR
Puji dan sukru kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuan-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan program-program Kuliah Kerja Nyata (KKN) serta menyusun laporan akhir sebagaiman adanya yang telah kami laksanakan selama 60 hari di Dusun Koto Baru, Desa Kolok nan Tuo, Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto. Selanjutnya, shalawat beserta salam buat Nabi Muhammad SAW, yang telah menegakkan kalimat tauhid sebagaiman sendi utama umat Islam.
Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan syarat bagi mahasiswa yang akan menyelesaikan studinya di perguruan tinggi dalam program strata 1 (S1) sekaligus sebagai salah satu bentuk kegiatan yang mengintegrasikanketiga aspek Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian masyarakat. Dengan dilaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN), mahasiswa diajak untuk mampu memahami pola pikir, perilaku serta pola hidup masyarakat yang tidak lepas dari pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknlogi. Agar mahasiswa mampu merealisasikan programnya, mahasiswa dituntut untuk kreatf dan inofatif dalam memecahkan permasalahan yang timbul dalam kehidupan masyarakat serta dapat menjadi motifator dan mediator dalam pembagunan Dusun Koto Baru.
Kami telah melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 60 hari terhitung dari tanggal 13 juli 2009 samapi dengan 11 September 2009. selama berada dilokasi, kami beruaha dengan segenap kemampuan serta ilmu yang kami miliki untuk menjalankan program yang telah direncanakan sebelumnya.
Namun, kelancaran dan keberhasilan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang kami lakukan tersebut tidak terlepas dari partisipasi semua pihak yang terkait. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ketua STAIN batusangkar, selaku penanggungjawab pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN);
2. Bapak dan Ibu Badan Pelaksana Kuliah Kerja Nyata (BP-KKN) dan dosen Pembimbing lapangan (DPL) yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada kami;
3. Bapak Wali Kota Sawahlunto;
4. Bapak Ketua MUI Sawahlunto yang memberikan dorongan dan masukan pada kami;
5. Bapak Camat Barangan;
6. Bapak Desa kolok Nan Tuo
7. Bapak dusun Koto Baru
8. Bapak Dusun Malakukatan
9. Bapak Dusun Gunuang Balai;
10. Bapak Pegurus Masjid Istiqomah;
11. Pemuka Masyarakat serta pemuda-pemudi, umumnya pada masyarakat Desa Kolok Nan Tuo yang telah mendukung dan berpartisipasi demi kelancaran program KKN;
12. Ibu Eni Rohaini dan Ibu Hj. Erma yang telah memberikan tempat tinggal yang sangat mewah;
13. Orang tua kami yang telah memberiakan bantuan baik moril dan spritual sehingga penulis dapat melaksanakan KKN ini sampai selesai.
Yang pada akhirnya, tiada kata yang lebih pantas untuk diucapkan selain iringan do’a dan harapan semoga Allah SWT memberiakn balasan yang berlipat ganda. Disamping itu, kami sangat menyadari dengan sepenuhnya bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami berharap kepada semua pihak untuk memberikan kritik dan saran yang konstruktif demi penyempurnaan lapran ini dimasa yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagaiman mestinya.
Batusangkar, 13 September 2009
Penulis,



JALVI ANDRA MUSTAFA
NIM. 206 358

DAFTAR ISI

Lembaran Pengesahan......……………………….......………………….……….i
Kata Pengantar…………...……………………….......…………….………...ii-iii
Daftar Isi…………………....………..…………………….........……………….iv

A. Pendahuluan
1. Peta wilayah, Letak Geografis Dusun…………………..…….........……1
2. Monografi dan Demografi………………………………..……….......1-3
3. Keadaan Social Ekonomi…………………………………..........………3
4. Keadaan Sosial Politik………………………………………..…........…3
5. Keadaan Sosial Budaya……………………………………….….......….4
6. Keadaan Sosial keagamaan……………………………….……..…........4
B. Program Kerja
1. Pogram Utama……………………………………………….............5
2. Program Pendukung………………………………………………....5
3. Schedule…………………………………………………………...6-7
C. Realisasi Program/Kegiatan
A. Program Utama……………………………………………………………......6
1. Pembentukan Remaja Masjid................................................................8-10
2. Sosialisasi dan Mengukur Arah Kiblat Rumah Masyarakat................11-14
B. Program Pendukung……………………………………………………...….26
1. Kegiatan Sekolah “Kegiatan Keagamaan Ramadhan di SD”………..15-17
2. Pesantren Kilat……………………………………………………….18-19
D. Penutup
1. Kesimpulan………………………………………………………………20
2. Rekomendasi…………………………………………..........................…20

Daftar Lampiran
1. Laporan kegiatan Harian
2. Daftar Hadir Peserta/Kegiatan
Foto-foto kegiatan

A. PENDAHULUAN
Desa Kolok Nan Tuo mempunyai Luas ± 1.629 Km2. Batas-batas wilayah Desa Kolok Nan Tuo:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Talawi
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kolok Mudiak
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Talawi
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kab. Solok
Desa Kolok Nan Tuo ini terdiri dari 5 (lima) Dusun yaitu Dusun Koto baru, Dusun Pulai, Dusun Malakutan, Dusun Gunuang Balai dan Dusun Gubuk Sembayang. Sedangkan Masjid di desa ini ada 2 buah yakni Masjid Istiqomah yang terletak di dusun Malakutan dan Masjid Nurul Yakin yang terletak di Dusun Pulai. Selain itu, pusat pendidikan yang ada memiliki 2 SD yang terletak di Dusun Gubuk Sembayang dan Dusun Koto Baru, MDA ada satu yang terletak di dusun Koto Baru. Pusat kesehatan yang ada di Desa ini yaitu Pustu, posyandu yang terletak di dusun Gubuk Sembayang. Seadngkan pasar desa adanya di Dusun Malakutan.
Sedangkan kondisi kepemudaan memiliki karang taruna yang sekretariatnya terletak di dusun Malakutan, lapangan olahraga terpusat di dusun Pulai, seperti Lapangan Sepakbola, Lapangan Volly.
Dusun Koto Baru mempunyai luas 209 Km2. yang berbatasan dengan;
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Dusun Gunuang Balai
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kolok Mudiak
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Talawi Kec. Talawi
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Malakutan dan Kab. Solok

2. Monografi dan Demografi Dusun
Dahulunya sebelum nagari ini mempunyai nama, maka lalu dinagari ini empat orang kakak beradik yang menurut kata setengah orang adalah ulama dari daerah lintau.
Karena telah lama berjalan maka terhentilah mereka didaerah ini. Yang tertua tertidur (takalok) dan yang tiga orang lagi meneruskan perjalanannya ke Siambalau, ke Kundi dan Kototinggi.
Sejak itulah nagari ini bernama Kolok, dan populer istilah/ pembicaraan Koto Nan Ampek yaitu, Kolok, Siambalu, Kundi, Kototinggi, patih Labuah Kumbang.
Berdasarkan hasil sensus penduduk Mahasiswa KKN Angkatan XII STAIN Batusangkar di daerah Dusun Koto Baru di Desa Kolok Nan Tuo Kota Sawahlunto, maka diperoleh data-data sebagai berikut:
1. Luas Dusun : 209 Km2
2. Letak Dusun ; 5 Km dari Ibu Kota Kecamatan
14 Km dari Ibu Kota Kabupaten
3. Pembagian Wilayah : 5 Dusun
4. Jumlah Penduduk
a. Laki-Laki
b. Perempuan
Total ;
54 Orang
65 Orang
119 Orang
5. Jumlah Kepala Keluarga : 40 KK
6. Mata Pencarian Penduduk ;
a. Petani
b. Pegawai Negeri
c. Industri Rumah Tangga
d. Tukang
e. Pedagang
f. Sopir
g. Jasa Sosial
h. Lain-lain :
:
:
:
:
:
:
: 27 Orang
16 Orang
19 Orang
6 Orang
7 Orang
- Orang
6 Orang
38 Orang
7. Tingkat Pendidikan Penduduk
a. Tidak Tamat SD
b. Tamat SD
c. Tamat SLTP/MTs Sederajat
d. Tamatan SMU/MA/SMK Sederajat
e. Sarjana Muda
f. Sarjana S.1
g. Pascasarjana ;
:
:
:
:
:
:
:
10 Orang
10 Orang
10 Orang
7 Orang
0 Orang
4 Orang
0 Orang

3. Keadaan Sosial Ekonomi
Jika dilihat dari sektor industri ternyata skala usaha industri di nagari adalah industri kecil hal ini merupakan masalah yang cukup signifikan dalam pengembangan sektor industri pada masa mendatang, karena sektor ekonomi non formal cendrung mudah berubah bentuk usaha bahkan hilang dan timbul sesuai dinamika ekonomi masyarakat. Industri kecil di Desa Kolok Nan Tuo lebih banyak bergerak dibidang agro dan hasil bumidari pada industri logam, mesin dan elektronik. Berikut ini lembaga keuangan yang ada di wilayah Desa Kolok Nan Tuo, yaitu:
Lembaga Keuangan
No. Jenis Lembaga Jumlah
1. Kelompok Tani 5
2. UEM-SP 1

4. Keadaan Sosial Politik
Keadaan sosial politik masyarakat Desa Kolok Nan Tuo tidak terlalu terlalu menonjol. Masyarakat paham dengan keadaaan perpolitikan yang terjadi, namun tidak begitu mempermasalahkan keadaan perpolitikan yang terjadi. Sehingga dari itu tidak ada pertikaian dalam masalah perpolitikan yang terjadi di Desa tersebut. Dalam bidang sosial masyarakat sangat tinggi partisipasinya, jika terjadi kemalangan/ atau kematian salah seorang warga, masyarakat berbondong-bondong datang membantu dan melayat. Tanpa melihat perbedaan yang ada dari mereka, apakah orang tersebut asli Kolok atau orang pendatang.

5. Keadaan Sosial Budaya
Keadaan sosial budaya masyarakat Desa Kolok Nan Tuo sudah terjadinya percampuran. Hal ini disebabkan masyarakatnya sudah majemuk. Sedangkan kesenian tradisional yang masih ada seperti canang, rebana dan randai dilaksanakan pada hari sabtu malam.

6. Keadaan Sosial Keagamaan
Penduduk desa Kolok dapat dikatakan 100% beragama Islam. Hal ini dapat dilihat dengan adanya Masjid dan Mushalla dan tidak adanya tempat ibadah selain dari itu. Berdasarkan sosialisasi dan diskusi yang kami lakukan dengan pemuka masyarakat yang ada di Desa Kolok Nan Tuo. Di Desa ini tidak ada aliran-aliran tertentu yang mempengaruhi masyarakat, dan perbedaan-perbedaan baik itu dalam penetapan awal ramadhan dan idul fitri. Masyarakat di desa ini mengikuti pada aturan pemerintah Mentri Agama.
Kegiatan-kegiatan keagamaan seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, berbuka bersama selama bulan Ramadhan yang dilaksanakan selalu diadakan dan pelaksanaannya dilakukan di Masjid.

B. PROGRAM
1. Program Utama
a. Kondisi remaja mesjid yang tidak aktif
Membentuk remaja mesjid merupakan program dalam rangka menarik remaja-remaja agar dapat datang ke Mesjid. Sehingga selain mereka dapat mengembangkan minat dan bakatnya melalui remaja Masjid, juga bisa langsung mendalami agama dengan metode-metode yang mereka senangi.

b. Sosialisasi dan Mengukur Arah Kiblat Rumah Masyarakat
Menentukan arah tepat kiblat merupakan hal yang sangat penting, mengingat hal itu merupakan salah satu syarat sahnya sholat. Karena itulah menentukan kiblat sebelum sholat merupakan sebuah kewajiban. Terlebih jika kita berada di tempat yang tidak terdapat tanda arah kiblat.

2. Program Pendukung
a. Kegiatan sekolah “Kegiatan Keagamaan Ramadhan di SD”
b. Pesantren Kilat

3. Schedule
NO. JAM TANGGAL PROGRAM TEMPAT
1. 09.49-11.15 WIB 14 Juli 2009 Penyesuaian Program KKN dengan program SD, dan silaturrahmi dengan Guru-guru di SDN 23 Kolok Tangah Kantor Kepala Sekolah
2. 19.38-20.00 WIB 14 Juli 2009 Rapat dengan pegurus Masjid Istiqomah mencocokkan program kerja Masjid Istiqomah
3. 20.00 WIB (Sesudah Isya) 15 Juli 2009 Sosialisasi dan pemberian pemahaman tentang arah Kiblat Masjid Istiqomah
4. 15.30-16.27 WIB 16 Juli 2009 Memberikan panduan langsung pada masyarakat tatacara mengukur Arah Kiblat Masjid dan Rumah Masyarakat
5. 20.00-21.30 WIB 18 Juli 2009 Pembentukan Remaja Masjid Masjid Istiqomah
6. 20.00-21.00 WIB 19 Juli 2009 Musyawarah denan pengurus baru Remaja Masjid Istiqomah untuk merancang program kerja Masjid Istiqomah
7. 05.30-06.30 WIB 20 Juli 2009 Rapat Bersama Remaja Masjid membantu merumuskan program kerja Remaja masjid Masjid Istiqomah
8. 11.00-12.30 WIB 24 Agustus 20 September 2009 (Senin-Kamis) Kegiatan Ramadhan dengan anak-anak SDN 23 Kolok Tangah (pendalaman tatacara whudu’, bacaan sholat dan tadarus (tajwid) Lokal SDN 23 Kolok Tangah
9. 13.00-15.30 WIB 08-10 September 2009 Pesantren Kilat Masjid Istiqomah Kolok Tangah



C. REALISASI PROGRAM/ KEGIATAN
Program Utama
a. Pembentukan Remaja Mesjid
1. Kondisi Awal
Setelah kami melakukan observasi dan pengamatan, dapat kami ketahui bahwa kondisi awal Remaja Masjid Istiqomah bisa dikatakan tidak ada. Dahulunya sudah pernah dibentuk pada tahun 2007. Namun sekarang sudah tidak kelihatan lagi, dan pengurus yang lama pun tidak diketahui lagi siapa orang-orangnya.

2. Kondisi Yang Diharapkan
Fungsi Masjid tidak hanya sebatas tempat peribadatan, namun juga segala kegiatan yang baik atau yang di Ridhoi Allah dapat dilaksanakan di Masjid. Begitu juga halnya kegiatan Remaja Masjid, yang nanti jika memang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan baik akan mendatangkan manfaat yang baik.
Dengan dibentuknya Remaja Masjid Istiqomah kembali, kami dan masyarakat mengharapkan remaja tersebut dapat tertarik mendatangi Masjid dengan adanya kegiatan-kegiatan yang mereka program dan rencanakan. Sehingga selain mereka dapat mengembangkan minat dan bakatnya melalui Remaja Masjid, juga bisa langsung mendalami agama dengan metode-metode yang mereka senangi.
Dan juga keberadaan Remaja Masjid ini, tidak hanya ketika ada mahasiswa KKN saja. Sehingga setelah mahasiswa KKN kembali ke kampusnya diharapkan remaja masjid tetap ada dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mereka rancang.

3. Proses dan Kegiatan yang Dilakukan
Dalam menjalankan program ini kami, bentuk proses dan kegiatan yang kami lakukan yaitu;
a.) Diskusi dengan pengurus Masjid Istiqomah tentang rencana pembentukan kembali Remaja Masjid Istiqomah.
b.) Pengurus Masjid Istiqomah mengundang Remaja se-Kolok Tangah untuk pembentukan Remaja Masjid di Masjid Istiqomah
c.) Pembentukan Remaja Masjid dipimpin langsung oleh Sekretaris Pengurus Masjid dengan metode membentuk tim Mide formatur sebanyak 13 orang
d.) Tim Mide Formatur membentuk kepengurusan Remaja Masjid
e.) Rapat program kerja yang akan dilaksanakan.

4. Hasil yang Dicapai
Remaja Masjid berhasil dibentuk dengan beranggotakan 13 orang. Setelah terbentuk Remaja Masjid Istiqomah melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti ikut mengelola Didikan Subuh setiap minggu pagi, tim pembantu pengajar di TPA Ikhlas dan TPA Jadid, juga membentuk TIM Gema Ramadhan, yang mana menyusun kegiatan di Bulan Ramadhan dalam persiapan protokol, mengaji dan penterjemah, ceramah pendek. Semua kegiatan tersebut dikelola dan dilaksanakan oleh Remaja Masjid dengan bantuan dari Mahasiswa KKN.

5. Kendala Yang Dihadapi
Dalam pembentukan Remaja Masjid Istiqomah, kendala yang kami hadapi adalah sedikitnya Remaja yang berminat dalam bergabung di Remaja Masjid tersebut. Sehingga dikahawatirkan akan hilang ditengah perjalanan Remaja Masjid Tersebut.

6. Solusi Yang Dilakukan
Dengan kendala yang kami hadapi tersebut, maka kami mencari solusi agar yang sudah tergabung dalam Remaja Masjid tersebut tidak hilang ditengah jalan. Yakni dengan memberikan motivasi dan pemahaman tentang pentingnya Remaja Masjid tersebut dan juga mengajak Remaja Masjid tersebut ikut membantu mengajar adik-adik mereka di TPA yang ada di Kolok Tangah, yakni TPA Jadid di Dusun Koto Baru dan TPA Ikhlas di Dusun Malakutan.
Hasilnya mereka ikut andil dalam proses pembelajaran di 2 TPA tersebut dan diharapkan mereka kelak dapat melanjutkan program kami yang di TPA.


b. Sosialisasi dan Mengukur Arah Kiblat Rumah Masyarakat
1. Kondisi Awal
Setelah kami melakukan observasi kelapangan, maka kami mendapatkan data bahwa pemahaman masyarakat selama ini dalam menentukan arah kiblat dirumah masing-masing terkadang masih ceroboh. Hal ini dikarenakan masyarakat dalam menentukan kiblat di rumah mereka masih perkiraan saja. Kearah mana Masjid kiblatnya maka kesitulah mereka menghadap. Dan juga ada masyarakat yang beranggapan bahwa arah kiblat adalah identik dengan arah barat. Padahal tidak demikian, terlebih bila disekitarnya tidak ada ahli falak.
Pada lokasi tempat kami terdapat satu Masjid yakni Masjid Istiqomah, yang mana Masjid ini sudah dilakukan pengukuran ulang oleh Pengadilan Agama Sawahlunto. Sehingga, arah kiblat Masjid tersebut terjadi kemiringan kekanan sebesar 60○. Sedangkan rumah-rumah penduduk belum ada pengukuran arah kiblat. Dan jika masyarakat masih berpatokan terhadap arah bangunan Masjid, tentu arah kiblat masyarakat tidak pas lagi. Hal ini dikarenakan arah kiblat di Masjid sudah miring 60○.
Dan setelah kami berdiskusi dengan masyarakat, masyarakat menanggapi dengna positif dan juga berkeinginan untuk mengukur arah kiblat dirumah mereka masing-masing dengan metode yang kami sosialisasikan.

2. Kondisi Yang Diharapkan
Dengan sosialisasi dan panduan yang kami berikan kepada masyarakat dalam menentukan arah kiblat. Masyarakat berharap setelah adanya sosialisasi dan pengukuran nanti, arah kiblat yang mereka gunakan dalam mendirikan sholat lima waktu sudah benar.
Sehingga tidak lagi menjadi keraguan arah kiblat yang digunakan. Dan juga memiliki pemahaman bahwa pentingnya arah kiblat yang benar, mengingat hal itu merupakan salah satu syarat sahnya sholat. Dan masyarakat dapat mengukur sendiri arah kiblat mereka dirumah masing-masing pada waktu yang telah ditentukan (16 Juli jam 16.27 WIB) tersebut.

3. Proses dan Kegiatan yang Dilakukan
Dalam menjalankan program ini kami, bentuk proses dan kegiatan yang kami lakukan yaitu;
a.) Diskusi dengan Pengurus Masjid
Sebelum kami melakukan panduan ke rumah masyarakat, kami berdiskusi dengan Ketua Pengurus Masjid Istiqomah. Beliau sangat menyambut dengan baik program yang akan kami jalankan tersebut mengukur arah kiblat.
Dalam melakukan diskusi kami tidak memiliki kendala dikarenakan Ketua Pengurus Masjid Istiqomah tersebut merupakan juga sebagai Ketua MUI Kota Sawahlunto dan juga memahami metode MAK (Matahari Atas Ka’bah) tersebut. Sehingga pembicaraan kami bisa nyambung dengan mudah. Dan bahkan beliau siap membantu jika kami memiliki kendala-kendala nantiknya.

b.) Sosialisasi dan pemberian pemahaman kepada masyarakat di Masjid Istiqomah sesudah Sholat Isya
Kegiatan kami ini dibantu langsung oleh Pengurus Masjid oleh Bapak Zainal Arifin Dt. Rangkayo Tangah dengan ikut memberikan pencerahan dan penjelasan pada masyarakat di Masjid Istiqomah tentang pentingnya dalam sholat tersebut menghadap sholat ke kiblat yang tepat dan benar, juga sekaligus bagaimana tata cara pengukuran arah kiblat tersebut. Sosialisasi ini disampaikan pada hari Rabu, tanggal 15 Juli 2009 sesudah Sholat Isya.

c.) Memberikan pengarahan melalui microfon Masjid dan kawan-kawan yang lain terjun ke lapangan untuk memandu langsung kerumah masyarakat pada saat waktu akan pengukuran arah kiblat.
Keesokan harinya setelah sholat Ashar, 12 orang (mahasiswa KKN) disebar ke rumah masyarakat membantu masyarakat mengukur arah kiblat di rumah masing-masing. Sedangkan penulis sendiri tetap di Masjid mengumumkan kembali tata cara yang harus dilakukan dalam mengukur arah kiblat nantik dan memberikan intruksi waktu akan mulainya pengukuran arah kiblat.

4. Hasil yang Dicapai
Setelah kami membantu memberikan sosialisasi dan panduan kepada masyarakat. Kami mendapatkan hasil bahwa rata-rata arah kiblat masyarakat di rumah mereka berobah. Namun, masyarakat menjadi puas karena arah kiblat mereka dirumah sudah mendekati benar, dengan metode yang kami berikan pada masyarakat. Yakni Metode Matahari Atas Ka’bah (MAK).

5. Kendala Yang Dihadapi
Dalam melaksanakan sosialisasi dan pengukuran arah kiblat ini, kendala yang dihadapi adalah waktu kami dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat sangatlah singkat. Karena waktu persiapan kami ± 2 hari, sehingga tidak seluruh masyarakat dapat kami berikan sosialisasi tentang tatacara mengukur arah kiblat ini.






6. Solusi Yang Dilakukan
Langkah yang kami lakukan dalam menghadapi kendala tersebut, yakni dengan tetap memberikan penjelasan bagi masyarakat yang bertanya tentang metode yang kami lakukan. Dan memberikan penjelasan juga bahwa peristiwa ini terjadi 2 kali dalam setahun yakni tanggal 28 Mei jam 16.18 WIB dan tanggal 16 Juli jam 16.27 WIB.























Program Pendukung
a. Kegiatan sekolah “Kegiatan Keagamaan Ramadhan di SD”
1. Kondisi Awal
Setelah kami melakukan observasi dilapangan, kondisi anak-anak yang berada di Kolok Tangah ini cukup memprihatinkan dari segi keagamaan. Hal ini dapat dilihat dari minat belajar agama, baik itu di sekolah maupun di MDA/ TPA. Dan rata-rata kebanyakan anak-anak yang ada disana dalam mengaji, bacaan sholatnya masih sangat kurang. Hal ini memang diakui juga oleh guru agama di SDN 23 Kolok Tangah tersebut.

2. Kondisi Yang Diharapkan
Dengan diadakannya kegiatan ini, memang guru agama SDN 23 Kolok Tangah berharap bisa memberikan dampak positif pada anak SD, SMP dan SMA atau sederajat. Baik itu perobahan perilaku ke yang lebih baik dan juga tata cara ibadah sehari-hari. Dan juga diharapkan Kegiatan Ramadhan di SD ini tidak hanya sebatas sebuah program saja, namun hendaknya memiliki bekas atau kesan yang baik kepada anak-anak tersebut.

3. Proses dan Kegiatan yang Dilakukan
Dalam menjalankan program ini kami, bentuk proses dan kegiatan yang kami lakukan yaitu;
Pertama-tama setelah kami melakukan observasi dan diskusi dengan Kepala Sekolah dan majlis Guru SDN 23 Kolok Tangah, kami mencocokkan program kegiatan kami dengan program yang ada di SDN 23 Kolok Tangah setempat.



Dan dari diskusi tersebut SDN Kolok Tangah meminta kerjasama dengan mahasiswa KKN dengan sekolah dalam melaksanakan Kegiatan Keagamaan Ramadhan Di SDN 23 Kolok Tangah tersebut. Yang mana kegiatan ini bersifat didikan atau pelatihan pada anak-anak SDN Kolok Tangah dalam tata cara ibadah yang dilakukan sehari-hari.
Dalam melaksanakan kegiatan Keagamaan ramadhan ini kami membagi anak-anak tersebut menjadi 3 kelompok, yang masing-masing kelompok di pegang oleh 2 mahasiswa KKN STAIN Batusangkar dan dibantu oleh Guru Agama di SD tersebut.

4. Hasil yang Dicapai
Dari hasil Kegiatan Keagamaan Ramadhan di SDN 23 Kolok Tangah yang dilakukan, cukup memuaskan karena dengan diadakannya Kegiatan Keagamaan Ramadhan di SDN 23 Kolok Tangah ini. Yang mana didalam Kegiatan Keagamaan Ramadhan tersebut kegiatan-kegiatanya bersifat pelatihan kepada anak SDN Kolok Tangah. Sehingga anak-anak tersebut bisa dan dapat mempraktekkan dalam kehidupan sehari-harinya.

5. Kendala Yang Dihadapi
Dalam melaksanakan kegiatan keagamaan di SDN 23 Kolok Tangah ini, kendala-kendala yang kami hadapi dalam menjalankan kegiatan ini adalah dalam malaksanakan kegiatan ini waktu yang tersedia dan juga kami kewalahan dalam kebandelan pada anak-anak tersebut.





6. Solusi Yang Dilakukan
Dari kendala tersebut solusi yang saya lakukan adalah dari setiap materi yang diberikan saya memberikan nasehat dan juga cerita yang berkenaan dengan materi pada hari itu. Dan juga memaksimalkan waktu yang ada, sebab waktu untuk kegiatan ini sangat terbatas yaitu ± 1,5 jam.


b. Pesantren Kilat
1. Kondisi Awal
Setelah kami melakukan observasi dilapangan, kami mendapatkan data bahwa pesantren Kilat khusus dilaksanakan di bulan Ramadhan, pada bulan ini anak-anak sekolah diberi kesempatan dalam mendalami ilmu agama.
Kondisi anak-anak yang berada di Kolok Tangah ini cukup memprihatinkan dari segi keagamaan. Hal ini dapat dilihat dari sikap pergaulan anak-anak tersebut.

2. Kondisi Yang Diharapkan
Dengan diadakannya pesantren kilat ini diharapkan, bisa memberikan dampak positif pada anak SD, SMP dan SMA atau sederajat. Baik itu perobahan perilaku ke yang lebih baik dan juga tata cara ibadah sehari-hari. Dan juga diharapkan Pesantren Kilat ini tidak hanya sebatas sebuah rutinitas tahunan saja, namun hendaknya memiliki bekas atau kesan yang baik kepada anak-anak tersebut.

3. Proses dan Kegiatan yang Dilakukan
Dalam menjalankan program ini kami, bentuk proses dan kegiatan yang kami lakukan yaitu;
Pertama kami melakukan diskusi dengan Pengurus Masjid tentang program yang akan kami lakukan. Setelah melakukan diskusi kami mengetahui bahwa memang pesantren kilat ini sudah menjadi rutinitas tahunan di Masjid tersebut dalam bulan Ramadhan. Yakni Masjid sebagai pelaksan yang pendanaan kegiatan tersebut ditanggung pemerintah Sawahlunto. Kegiatan pesantren kilat ini bentuk kegiatannya adalah pelatihan-pelatihan kepada anak-anak sekolah.
Dari hasil diskusi tersebut, pengurus Masjid memang mendukung program yang kami bawa. Jadi kegiatan ini bersifat kerjasama antara Masjid dan Mahasiswa KKN STAIN Batusangkar dengan didanai oleh pemerintahan Sawahlunto.
Kegiatan pesantren Kilat ini berlangsung selama 3 hari, dengan pesertanya anak-anak sekolah di Kolok Tangah setingkat SD, SMP dan SMA atau sederajat.

4. Hasil yang Dicapai
Dari hasil Kegiatan Pesantren Kilat yang dilakukan, cukup memuaskan karena dengan diadakannya Pesantren Kilat ini. Yang mana didalam Pesantren Kilat tersebut kegiatan-kegiatanya bersifat pelatihan kepada anak-anak sekolah. Sehingga anak-anak tersebut bisa dan dapat mempraktekkan dalam kehidupan sehari-harinya.

5. Kendala Yang Dihadapi
Secara umum memang kegiatan ini telah mencapai target, namun tentu juga memiliki kendala. Kendala kami disini adalah kegiatan Pesantren Kilat ini waktunya sangat singkat yaitu hanya 3 hari.
Dan juga kendala lain yang kami hadapi dalam melaksanakan Pesantren Kilat tersebut yang juga jatuh pada Bulan Ramadhan adalah anak-anak sekolah yang berada di Kota Sawahlunto ini tetap sekolah, walaupun sebenarnya kegiatan Pesantren Kilat yang diadakan di Masjid Se-Sawahlunto ini merupakan program dari Pemerintah Daerah.
Sehingga anak-anak tersebut waktu mereka untuk mengikuti pesantren kilat ini sedikit terbatas, yakni setelah mereka pulang dari sekolah mereka masing-masing.

6. Solusi Yang Dilakukan
Solusi yang kami lakukan adalah memaksimalkan waktu yang ada tersebut dalam melaksanakan kegiatan Pesantren Kilat.
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Kuliah Kerja Nyata yang dilaksanakan dari tangal 14 Juli sampai dengan tanggal 11 September 2009 merupakan sebuah sarana Aplikasi keIlmuwan Mahasiswa KKN STAIN Batusangkar ditengah-tengah Masyarakat. Hal ini juga dalam rangka mengaplikasikan Tri Darma Perguruan Tinggi dalam hal Pengabdian ditengah-tengah Masyarakat.
Khusus di Dusun Koto Baru Desa Kolok Nan Tuo yang menjadi Objek ataupun tempat Pelaksanaan KKN bagi kami memang secara umum masih mengharapkan sentuhan dari Mahasiswa terutama Mahasiswa STAIN Batusangkar yang memiliki basic Agama yang sangat di inginkan oleh Masyarakat tersebut.
Semoga selama Pelaksanaan KKN Angkatan XII Tahun 2009 ini yang dilaksanakan di Dusun Koto Baru Desa Kolok Nan Tuo ini mendapatkan Rahmat dan Ridho dari Allah SWT. Dan Ilmu yang didapatkan semoga membawa keberkahan bagi Masyarakat.

2. Rekomendasi
Beberapa Rekomendasi yang bisa kami sampaikan atas nama Mahasiswa KKN Angkatan XII Tahun 2009 STAIN Batusangkar kepada pihak STAIN Batusangkar dalam hal ini kepada BP-KKN dan Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, diantaranya:
a. Agar Kuliah Kuliah Kerja Nyata yang berbasis Semi PAR senantiasa dilanjutkan pada tahun berikutnya karena banyak manfaat yang diterima Masyarakat terutama dalam pembinaan Sosial Keagamaan dan social kemasyarakatan.
b. Kegiatan KKN ini kalau dapat jangan mempengaruhi Agenda Perkuliahan di Kampus karena banyak pihak yang dirugikan karena ketidakhadiran Mahasiswa dalam pelaksanaan kuliah terutama dosen Luar Biasa.

FOTO-FOTO KEGIATAN



















Diskusi Dengan Pengurus Masjid Membicarakan Rencana Pengukuran Arah Kiblat Rumah Masyarakat




















Kunjungan ke Balai Pembibitan menemui Ketua Karang Taruna (Roni Eka Putra) Desa Kolok Nan Tuo





















Kunjungan ke SDN 23 Kolok Nan Tuo menemui Kepala Sekolah




















Pembentukan Remaja Masjid yang di Pimpin LAngsung Oleh Pegurus Masjid Istiqomah





















Lomba Tarik Tambang memeriahkan Acara 17 Agustusan




















Sosialisasi kepada Masyarakat Cara Mengukur Arah Kiblat





















Guru dan Santri-Santriwati TPA Jadid




















Kultum yang dilaksanakan Rutin Setiap Selesai Sholat Shubuh





















Diskusi dan silaturrahmi dengan Wali Kota Sawahlunto pada Acara Berbuka Bersama Mahasiswa KKN Se-Sawahlunto.




















Acara Isra’ Mi’raj dan Muhasabah di Masjid Istiqomah dengan Bapak Adrimen, M.Pd., Kons


BLANGKO PROGRAM/ KEGIATAN MAHASISWA
KULIAH KERJA NYATA ANGKATAN XII TAHUN 2009
Nama Jorong : Koto Baru
Kenagarian : Kolok Nan Tuo
Kecamatan : Barangin
Kabupaten : Sawahlunto
Propinsi : Sumatera Barat

No. Fokus Program Permasalahan Proses Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Biaya Sumber Biaya Penanggung Jawab
A. Program Utama;
1. Peningkatan pengelolaan Mushalla/ Masjid Mushalla Jadid dan Al-Ikhlas;
a. Kurikulum dan Silabus TPA Merancang kurikulum dan silabi Proses kegiatan memiliki target dan arah yang jelas Mushalla Jadid dan Al-Ikhlas Heni Permani Sari
b. Metode dan strategi Pembelajaran TPA Pembinaan dalam metode pembelajaran dan silabus TPA Sebagai wadah dalam belajar baca Qur’an Mushalla Jadid dan Al-Ikhlas Yudi Fernando


c. Media Pembelajaran TPA Pengadaan Media Pembelajaran Mempermudah dan mempelancar proses pembelajaran Mushalla Jadid dan Al-Ikhlas Yuyun Naili


Masjid Istiqomah;
a. Kondisi remaja mesjid yang tidak aktif Pembentukan kembali remaja mesjid Agar remaja bisa meluangkan waktu ke Mesjid Remaja Jalvi Andra Mustafa dan Betti Satri
b. Didikan subuh yang tidak jalan Membenah manajemen didikan subuh Wadah tempat Santri TPA Asiska Oktavia Nolla Fitri
Mengukur ulang arah Kiblat masyarakat di lingkungan Masjid Menepatkan Arah Kiblat Arah kiblat Masjid 16 Juli 2009 - - Jalvi Andra Mustafa
2. Peningkatan dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang keagamaan
a. Menarik minat remaja ke Masjid Mengadakan Pesantren Kilat Menambah rohani ke Islaman Remaja dan pemuda Rani Anggraeni


b. Menyemarakkan Peringantan Hari Besar Islam Mengadakan Muhasabah dan Peringatan Isra’ Mi’raj Masyarakat Heni Permani Sari
No. Fokus Program Permasalahan Proses Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Biaya Sumber Biaya Penanggung Jawab
B. Program Pendukung
1. Kegiatan sekolah Mengajar Betti Satri, Yuyun Naili, Nolla Fitri, Sinta Oktiana, Nailal Asmara dan Rini Hardianti
Gotong royong Keasrian dan kebersihan lingkungan Masyarakat
2. Bakti Sosial
3. PKK Pelatihan Manyulam Menciptakan keterampilan Masyarakat


4. PHBN Perlombaan 17 Agustus 2009 Memeriahkan Hari Porklamasi Ri Masyarakat Asiska Oktavia, Yophi Andres
Sawahlunto, 06 Juli 2009
Mengetahui,
Dosen Pembimbing Lapangan (DPL)



DR. Hj. Fitri Yeni M. Dalil, Lc
NIP. 19680101 199803 2 004 Koordinator Dusun Koto Baru




Jalvi Andra Mustafa
NIM. 206 358

Tafsir Ahkam

TAFSIR AHKAM
Larangan Menghina dalam Al-Qur’an
A. PENDAHULUAN
1. Kata Kunci
Kata kunci dari “Larangan Menghina dalam Al-Qur’an” adalahسخر dan setelah penulis lacak didalam Al-Mu’jam Al-Mufaras karangan Muhammad Fuad Abdul Bagi, ditemukan 10 buah kata kunci. Namun setelah penulis teliti dengan cermat, ternyata Yang berhubungan dengan topik Larangan Menghina dalam Al-Qur’an adalalah satu ayat.
Dalam pembahasan topik larangan Menghina dalam Al-Qur’an, penulis akan menjelaskan dulu pengertian dari topik tersebut.
2. Pengertian
Menurut bahasaسخر berarti “mengejek, mencemoohkan, menghina”.
Pengertian dalam Islam tentang penghinaan itu memiliki pengertian yang berbeda-beda. Untuk itu kita harus mengidentifikasikan dahulu kata penghinaan dengan lafadz arabnya, sedangkan hal-hal yang tercakup dalam arti penghinaan itu lafadnya berbeda-beda. Penghinaan itu berasal dari kata “hina” yang artinya :
a. Merendahkan, memandang redah atau hina dan tidak penting terhadap orang lain.
b. Menjelekan/memburukan nama baik orang lain, menyinggung perasaannya dengan cara memaki-maki atau menistakan seperti dalam tulisan surat kabar yang dipandang mengandung unsur menghina terhadap orang lain


Menurut Al Ghozali bahwa penghinaan adalah :
“Menghina orang lain dihadapan manusia dengan menghinakan dirinya di hadapan Allah Swt. pada Malaikat dan Nabi-nabinya. Jadi intinya penghinaan adalah merendahkan dan meremehkan harga diri serta kehormatan orang lain di hadapan orang banyak”.
Yang dimaksudkan dengan penghinaan ialah memandang rendah atau menjatuhkan martabat seseorang, ataupun mendedahkan keaiban dan kekurangan seseorang dengan tujuan menjadikannya bahan ketawa. Ini boleh berlaku dengan menceritakan perihal orang lain dengan tutur kata, perbuatan, isyarat ataupun dengan cara lain yang boleh membawa maksud dan tujuan yang sama. Tujuannya ialah untuk merendahkan diri orang lain, menjadikannya bahan ketawa, menghina dan memperkecilkan kedudukannya di mata orang ramai dan hukumnya adalah haram .
Dari pendapat tersebut di atas, dapat penulis ambil pengertian bahwa penghinaan adalah mengganggap rendah derajat orang lain. Cara ini baik dilakukan dengan percakapan, perbuatan ataupun isyarat yang menunjukan kearah tersebut.

3. Ayat yang berhubungan Dengan Tema larangan Menghina dalam Al-Qur’an
Setelah penulis telusuri ayat yang berkaitan dengan tema adalah Surat Al-Hujurat ayat 11 dengan nomor kronologis turunnya ayat tersebut adalah 106.
B. PEMBAHASAN
Selanjutnya, disini akan dituangkan ayat-ayat yang berhubungan dengan topic yaitu:

Surat Al-hujurat ayat 11:
                                          

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Hujurat: 11)


1. Tafsir Al’Mufradat
As-Syukhriyah: mengolok-olok, menyebut-nyebut aib dan kekurangan-kekurangan orang lain dengan cara yang menimbulkan tawa.
   
(Hai orang-orang yang beriman, janganlah berolok-olok)

(Suatu kaum)
  
(kepada kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang yang diolok-olok lebih baik dari pada mereka yang memperolok-olok)

(dan jangan pula wanita-wanita)
   
(memperolok-olok waita-wanita lain, karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olok lebih baik dari pada wanita-wanita yang mengolok-olok dan janganlah kalian mencela diri kalian sendiri)

 
(dan janganlah kalian panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk)

(seburuk-buruk nama)
 
(ialah nama yang buruk sesudah iman)

(dan barang siapa yang tidak bertobat)
 
(maka mereka itulah orang-orang ynag zholim)

2. Ashabun Nuzul
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan delegasi dari dari Bani Tamin sewaktu mereka mengejek orang-orang muslim yang miskin, seperti. Seperti Ammar Ibnu Yasir dan Suhaib Ar-Rumi.
3. Tafsir Surat Al-Hujurat ayat 11
Selanjutnya akan dikemukakan tafsiran-tafsiran ayat yang berkenaan dengan topik menurut para mufasir:
a. Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar:
Ayat ini pun akan jadi peringatan dan nasehat sopan-santun dalam pergaulan hidup kepada kaum yang beriman. Itu pula sebabnya maka dipangkal ayat orang-orang yang beriman juga yang berseru: “Janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain”. Mengolok-olokkan, mengejek, menghina merendahkan dan seumpamanya. Janganlah semuanya itu terjadi dalam kalangan orang yang beriman.
Boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olokan. Inilah peringantan yang halus dan tepat sekali dari Tuhan. Mengolok-olok, mengejek dan menghina tidaklah layak dilakukan kalau orang merasa dirinya orang yang beriman. Sebab orang yang beriman akan selalu memiliki kekurangan yang ada pada dirinya. Maka dia akan tahu kekurangan yang ada pada dirinya itu. Hanya orang yang tidak beriman jualah yang lebih banyak melihat kekurangan orang lain dan tidak ingat akan kekurangan orang lain dan tidak ingat akan kekurangan yang ada pada dirinya sendiri.
b. Menurut Ahmad Mustafa Al-Maraghi dalam Tafsir Al-Maraghi:
Janganlah beberapa orang dari orang-orang mukmin mengolok-olok orang-orang mukmin lain. Sesudah itu Allah menyebutkan alasan, kenapa hal itu tak boleh dilakukan. Karena kadang-kadang orang yang diolok-olok itu lebih baik disisi Allah dari pada orang-orang yang mengolok-oloknya.
Barang kali orang-orang yang berambut kusut penuh debu tidak punya apa-apa dan tidak dipedulikan, sekiranya ia bersumpah dengan menyebut nama Allah Ta’ala, maka allah mengabulkannya.
Maka seyogyanyalah agar tidak seorang pun yang berani mengolok-olok orang lain yang ia pandang hina karena keadaannya yang compang-camping atau karena ia cacat pada tubuhnya atau karena ia tidak lancar bicara. Karena, barang kali ia lebih ikhlas nuraninya dan lebih bersih hatinya daripada orang yang sifatnya tidak seperti itu. Karena dengan demikian berarti ia menganiaya dirinya sendiri dengan menghina orang lain yang dihormati Allah Ta’ala.
c. Menurut Teungku M. Hasbi Ask Shiddiqy dalam Tafsir Al-Qur’anul Ma’id jilid V:
Janganlah suatu golongan menghina segolongan yang lain, baik dengan membeberkan keaiban golongan-golongan itu dengan cara mengejek atau dengan cara menghina, baik dengan perkataan ataupun dengan isyarat atau dengan mentertawakan orang yang dihina itu bila timbul sesuatu kesalahan.
Karena boleh jadi orang yang dihinakan itu lebih baik di sisi Allah dari pada orang yang menghinanya.
Jangan pula segolongan wanita menghina dan mengejek golongan wanita yang lain, karena kerap kali golongan yang dihina itu lebih baik disisi Allah.
Janganlah kamu saling mencela, baik dengan perkataanng telah memel, baikpun isyarat atau dengan mencibir.
Allah memberi peringatan bahwa mencela orang yang lain sama dengan mencela diri sendiri. Hal ini mengingat bahwa sekalian mukmin itu dipandang satu tubuh, yang apabila sakit salah satu anggotanya, maka seluruh tubuhnya merasa sakit pula.
Janganlah sebagian kamu memanggil sebagian yng lain dengan gelaran-gelaran buruk, umpamanya; “Hai munafik! Hai Fasik! Atau dia mengatakan kepada orang-orang yang telah memeluk Islam: Hai Yahudi, Hai Nasrani”.
Seburuk-buruk sebutan yang dipakai untuk memanggil seseorang yang sudah beriman, ialah dengan memanggilnya nama fasik.
Semua ulama berpendapat haram kita memanggil seseorang yang dengan gelar yang tidak disenangi, baik dengan menyebut suatu sifat yang tidak disenangi, baik sifatnya sendiri atau sifat orang tuanya, ataupun sifat keluarganya.
d. Menurut Tim UIN dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid IX Juz 25-27:
Dalam ayat yang tersebut Allah menerangkan bagaimana seharusnya sikap dan akhlak orang-orang mukmin terhadap Nabi SAW dan terhadap orang munafik, maka pada ayat berikut ini Allah menjelaskan bagaiman sebaiknya pergaulan orang-orang mukmin ditengah-tengah kaum mukminin sendiri. Diantaranya mereka dilarang memperolok-olokkan saudara mereka, memanggil mereka dengan gelar-gelar yang buruk dan berbagai tindakan yang menjurus kearah permusuhan dan kezholiman.
Adapun gelar-gelar yang mengandung penghormatan itu tidak dilarang, seperti sebutan kepada Abu Bakar dengan As-Siddiq, kepada Umar dengan Faruq, kepada Usman dengan sebutan Zun Nur Ain, dan kepada Ali dengan sebutan Abu Turab. Dan kepada Khalid bin Walid dengan sebutan Saifullah.
Panggilan yang buruk dilarang diucapkan sesudah orangnya beriman karena gelar-gelar buruk itu mengingatkan kepada kedurhakaannya yang sudah lewat, yang sekarang tidak pantas lagi dilontarkan kepada orangnya setelah ia beriman. Barang siapa tidak bertobat, bahkan terus pula memanggil dengan gelar-gelar yang buruk itu, maka mereka itu dicap oleh Allah SWT sebagai orangorang yang zolim terhadap diri mereka sendiri dan pasti akan menerima konsekwensinya berupa azab dari Allah pada hari kiamat.
e. Menurut Imam Jalaludiddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Syuti dalam Tafsir Jalalain:
(Hai orang-orang yang beriman, janganlah berolok-olok) dan seterusnya, ayat ini diturunkan berkenaan dengan delegasi dari Bani Bani Tamin sewaktu mereka mengejek orang-orang muslim yang miskin, seperti. Seperti Ammar Ibnu Yasir dan Suhaib Ar-Rumi.
As-Sukhhiriyah artinya merendahkan dan menghina (suatu kaum) yakni sebagian di antara kalian (kepada kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang diolokolok-lebih baik daripada mereka-yang mengolokolokkan) disisi Allah
(Dan jangan pula wanita-wanita) diantara kalian mengolok-olok (wanita-wanita lain-karena-boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokan- lebih baik dari pada wanita-wanita yang mengolok-olokan-dan janganlah kalian mencela diri kalian sendiri) artinya janganlah kalian mencela, maka karenanya kalian akan dicela; makna yang dimaksud janganlah sebagian dari kalian mencela sebagian yang lain
(Dan janganlah kalian panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk) yaitu janganlah sebagian diantara kalian memanggil sebagian yang lain dengan nama julukan yang tidak disukainya, antara lain seperti: Hai orang fasik, atau hai orang kafir, yaitu memperolok-olokan orang lain, mencela dan memanggil dengan jukukan yang buruk (ialah nama yang buruk sesudah iman) lafaz al-fusuk merupakan badal dari lafaz al-ismu, karena sama panggilan yang dimaksud memberikan pengertian fasik, juga karena nama panggilan itu biasanya diulang-ulang ( dan barang siap yang tidak bertobat) dari perbuatan tersebut (maka mereka itulah orang-orang yang zalim).
f. Menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah Volume 13
Setelah ayat yang lalu memerintahkan untuk melakukan islah akibat pertikaian yang muncul, ayat diatas memberi petunjuk tenang beberapa hal yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya pertikaian. Allah berfirman memanggil kaum beriman dengan panggilan mesra: “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum yakni kelompok pria mengolok-olok kelompok pria yang lain”, karena hal tersebut dapat menimbulkan pertikaian-walau yang diolok-olok kaum yang lemah- apabila boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebuh baik dari mereka yang mengolok-olok sehingga dengan demikian yang berolok-olok melakukan kesalahan berganda.
Pertama mengolok-olok lebih baik dari mereka; dan jangan pula wanita-wanita yakni mengolok-olok terhadap wanita-wanita lain karena ini menimbulkan keretakan hubungan antara mereka, apabila boleh jadi mereka yakni wanita yang mengolok-olok itu dan janganlah kamu mengejek siapapun-secara sembunyi-sembunyi-dengan ucapan, perbuatan atau isyarat karena ejekan itu akan menimpa diri kamu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang dinilai buruk oleh yang kamu panggil-walau kamu menilainya benar dan indah- baik kamu yang menciptakan gelarnya maupun orang lain. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan kefasikan yakni panggilan buruk setelah beriman.
Siapa yang bertaubat sesudah melakukan hal-hal buruk itu, maka mereka adalah orang-orang yang menelusuri jalan lurus dan barang siapa tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim dan mantap kezalimannya dengan menzalimi orang lain serta dirinya sendiri.
g. Menurut Penulis
Dalam ayat ini diterangkan bahwa orang-orang yang mukmin baik laki-laki ataupun perempuan dilarang mengejek dan menghina baik menyebutkan cacat ataupun kekurangannya atau menertawakan perbuatan dan perkataannya antara satu mukmin dengan mukmin lainnya. Karena mungkin orang yang berbuat begitu lebih rendah dari orang yang dihinakan, sedangkan manusia itu di sisi Allah Swt. dianggap sama.Di samping caci maki terhadap yang hidup, maka orang yang matipun juga dilarang dicaci maki.
Memberi nasehat serta mencintai kebaikan mereka serta tidak menghina dan tidak menipu mereka. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
Artinya: “Tidaklah seorang di antara kamu beriman sehingga ia mencintai saudaranya melebihi cintanya terhadap dirinya sendiri".

Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

Artinya: “Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain; tidak meremehkannya, dan tidak menghinanya serta tidak menyerahkannya (kepada musuh), betapa buruknya jika seorang menghina (meremehkan) saudaranya yang muslim; segala yang ada pada seorang muslim adalah haram pada muslim lainnya baik darahnya, hartanya, dan harga dirinya".

Dan besabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya: “Janganlah kalian saling membenci, saling bermusuhan, saling memata-matai dan janganlah sebagian kamu menjual (berakad) terhadap (akad) lainnya, jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara".
Dari riwayat diatas, dapat kita pahami bahwa Rasul pun menekankan pada umatnya bahwa kita umat Islam adalah satu tubuh dan saling bersaudara. Sehingga jika satu sakit maka yang lain juga ikut merasakan dan membantu umat Islam tersebut. Bukan dengan saling menghina antara sesama. Bahkan rasulullah SAW, menyampaikan bahwa tidak beriman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya melebihi cinta kepada diri sendiri.
Menghormati dan memuliakan mereka serta tidak mengurangi kehormatan mereka merupan perbuatan yang mulia dan sangant besar pahalanya.
Sesama Muslim senantiasa menyertai baik dalam keadaan sulit maupun lapang. Berbeda dengan orang-orang munafik yang hanya menyertai orang-orang yang beriman dalam keadaan mudah dan senang saja dan meninggalkan mereka dalam keadaan susah. Oleh karena itu, kita, di tekankan oleh Allah SWT serta Hadits Nabi SAW, agar selalu menjaga ukhuwah Islamiyah, sehingga bisa saling tolong menolong dalam kebaikan.
Dampak dari perbuatan menghina itu tidak hanya berakibat pada orang yang dihina saja, tetapi juga pada orang yang penghina dan juga terhadap orang lain (masyarakat). Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al-Anfal ayat 25, yang berbunyi:
•   •           

Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya. Q.S. Al-Anfal: 25

Oleh karena itu, kita disuruh agar menjauhi perbuatan yang tercela ini. Sehingga berbagai dampak negative yang akan ditimbulkan dapat hilang. Sesungguhnya Islam telah memelihara dan menjaga kemaslahatan yang telah nyata dan bukan kemaslahatan-kemaslahatan yang berdasarkan hawa nafsu. Kemaslahatan yang ada pada perbuatan itu sendirinya serta berlangsung secara terus-menerus maupun kemaslahatan yang hanya berdasarkan waktu.
Kemaslahatan yang dipelihara oleh Islam mengenai penetapan hukuman bagi pelanggarnya itu akan berkisar pada lima pokok, seperti pendapat Musthofa Husni Assiba’i, yaitu: “Melindungi agama, jiwa, akal pikiran, keturunan serta harta benda. Setiap segala sesuatu perbuatan yang tujuannya untuk menjamin terlindunginya hal-hal yang lima tersebut, maka dipandang sebagai kemaslahatan dan yang menentang lima perkara tadi dipandang sebagai pengrusakan”.
Sedangkan bentuk penodaan kehormatan yang paling berat adalah menuduh orang-orang mukmin perempuan yang terpelihara telah melakukan kemesuman (zina). Karena tuduhan tersebut akan membawa bahaya yang besar kalau mereka yang dituduh itu mendengarkan dan juga didengar oleh keluarganya serta oleh orang yang suka menyebar berita kejahatan di tengah-tengah masyarakat Islam. Sehingga Allah mengancamnya dengan hukuman yang berat
•             

“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar”. (Q.S. An-Nur: 23)
Dengan adanya penjagaan terhadap kehormatan manusia ini timbullah kemerdekaan mengemukakan dan lain sebagainya yang masih dalam lingkup kehidupan manusia. Sedangkan pemeliharaan terhadap kehormatan itu termasuk dalam tingkatan kedua yaitu pemeliharaan jiwa. Hal ini telah dituangkan oleh kaidah hukum Islam yang artinya “Tidak boleh memberi mudlorot kepada orang lain dan tidak membalas kemudlaratan dengan suatu kemudlaraan”.
Dengan demikian jelaslah bahwa larangan penghinaan (fitnah) itu erat kaitannya dengan menjaga kehormatan dalam hukum Islam. Oleh karena itu setiap orang wajib memelihara dan menjaga kehormatan orang lain. Sebab hal tersebut dapat menimbulkan rasa ketenangan dan ketentraman bagi masyarakat, sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam.
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berbahasa, tertulis maupun lisan, secara baik. Ini karena pemakaian bahasa yang baik akan mendatangkan kebaikan, tidak saja kepada orang lain tetapi juga kepada dirinya sendiri.
Sebaliknya pemakaian bahasa yang buruk atau jahat juga akan mendatangkan keburukan atau kejahatan, yang pada akhirnya akan kembali kepada dan dirasakan oleh dirinya sendiri.
                   •     •
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. QS Al-Isra': 7).
Bahasa atau perkataan yang baik diibaratkan oleh Allah dalam QS Ibrahim 24-25 laksana sebuah pohon yang baik. Akarnya kuat, sehingga mampu menyimpan air dan menahan tanah dari erosi.
Cabang-cabangnya menjulang ke langit, sehingga bisa menjadi tempat berteduh dan memberikan kesejukan dan kenyamanan kepada orang yang berada di sekitarnya. Dan pada setiap musim mengeluarkan buahnya untuk dikonsumsi oleh manusia.
Belajar dari ibarat itu, seorang muslim harus senantiasa memperhatikan kualitas pemakaian bahasanya, baik isi maupun cara menyampaikannya. Kepada siapa ia berbicara, apakah kepada orang tua, guru, teman, bahkan orang yang belum dikenal sekalipun, ia harus bisa menjaga ucapannya.
Bahkan dalam melakukan dakwah, Islam sangat menekankan penggunaan bahasa yang baik, yaitu berupa sikap bijaksana, nasihat dan argumen yang baik (QS An-Nahl: 125). Rasulullah tidak pernah mencerca kaum musyrik yang dengan kasar dan angkuh menolak dakwahnya. Sebaliknya beliau justru memohonkan ampunan dan kebaikan bagi mereka karena mereka tidak tahu.
Selain itu, tingkat keimanan kita ditentukan salah satunya oleh pemakaian bahasa dalam segala aspek kehidupan. Kalau kita tidak mampu berbahasa secara baik, kalau ucapan kita akan membuat orang lain sakit hati, marah, merasa kecil hati, dipojokkan ataupun dipermalukan, misalnya, maka kita dianjurkan lebih baik diam.
Betapa banyak persahabatan menjadi permusuhan dan betapa banyak kawan menjadi lawan hanya gara-gara pemakaian bahasa yang tidak sepatutnya.
Maka sungguh tepat sabda Rasulullah, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau diam". (HR Bukhari dan Muslim). Atau dalam sabdanya yang lain, "Semoga Allah memberi rahmat orang yang baik bicaranya dan dengannya ia memperoleh keuntungan atau diam dan dengannya ia selamat."
Abu al-Hasan Ali al-Nashri al-Mawardi mengemukakan empat syarat dalam berbicara, yaitu
1. ada perlunya berbicara,
2. pada waktu dan tempatnya,
3. berbicara secukupnya, dan
4. diungkapkan dengan bahasa yang baik
oleh karena itu, kita dilarang dalam Al-Qur’an memperolok-olok sesame kita. Sebab dampak buruk dari perbuatan buruk kita, kita juga yang akan merasakan dampaknya. Sehingga kita sebaliknya disuruh menggunakan bahasa yang baik dan tidak kasar, sehingga tidak menyinggung orang lain. Dan persatuan umat Islam dapat terwujud. Jika ada perselisihan antara Islam dan Islam dapat diselesaikan dengan baik. Sebagai mana Firman Allah:
       •   
orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S. Al-Hujurat: 10)

C. PENUTUP
a. Kesimpulan
Yang dimaksudkan dengan penghinaan ialah memandang rendah atau menjatuhkan martabat seseorang, ataupun mendedahkan keaiban dan kekurangan seseorang dengan tujuan menjadikannya bahan ketawa. Ini boleh berlaku dengan menceritakan perihal orang lain dengan tutur kata, perbuatan, isyarat ataupun dengan cara lain yang boleh membawa maksud dan tujuan yang sama. Tujuannya ialah untuk merendahkan diri orang lain, menjadikannya bahan ketawa, menghina dan memperkecilkan kedudukannya di mata orang ramai.
Hukumnya adalah haram. Larangan menghina atau mengejek ini jelas dinyatakan di dalam Al-Qur’an sebagaimana firman Allah Ta‘ala:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sesuatu puak (dari kaum lelaki) mencemuh dan merendah-rendahkan puak lelaki yang lain, (kerana) harus puak yang dicemuhkan itu lebih baik daripada mereka; dan janganlah pula sesuatu puak dari kaum perempuan mencemuh dan merendah-rendahkan puak perempuan yang lain, (kerana) harus puak yang dicemuhkan itu lebih baik daripada mereka.” (Q.S. Al-Hujuraat ayat 11)
Termasuk di antara perbuatan menghina yang diharamkan itu ialah memanggil dengan panggilan atau gelaran yang tidak baik, yang tidak sedap didengar oleh orang yang kena panggil, di mana panggilan itu membawa kepada suatu bentuk penghinaan dan cemuhan.
b. Saran
Dari berbagai pemaparan penulis, baik dari tafsir-tafsir para mufasir diatas, penulis mengajak kepada kita semua agar menjauhi perbuatan menghina antara sesama. Sebab dengan perbuatan menghina tersebut dapat berakibat buruk bagi kita sesama muslim dan hanya akan menimbulkan permusuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Jilid XXVI. Semarang: CV. Toha Putra, 1989
A.W. Munawwir, “Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Lengkap”,. Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997
Bunga Rampai 4, “Bahasa yang Baik”,. Sumber dari Republika
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XXVI Jakarta: PT. Pustaka Panji Mas, 1982
http://notok2001.blogspot.com http://www.brunet.bn/gov/mufti/irsyad/pelita/2003/ic33_2003.htm
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, Jilid-2. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006
Teungku Muhammad Hasbi Ask Shiddiqy, “Tafsir An-Nur”, Jilid V. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1995
Tim UIN, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid IX,. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1990
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 13. Jakarta: Lentera Hati, 2006
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk menyatakan suatu proposisi kepada proposisi lain yang semakna serta menguji kesamaan dari beberapa prpsisi yang kita hadapai kita perlu mengetahui proses penyimpulan edukasi, melalui teknik konversi, obversi kontra posisi dan inversi.
Pada pembahasan makalah ini, kami membahas materi tentang konversi atau disebut juga dengan ’Aks.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Aks atau Konversi
‘Aks secara lughawi, mempunyai arti balik, sebaliknya atau membalikkan. Dalam terminologi Ilmu Mantiq, ‘aks adalah menjadikan bagian pertama dari qadhiyah pertama menjadi bagian kedua pada qadhiyah kedua, dan bagian kedua pada qadhiyah kedua menjadi bagian pertama pada qadhiyah pertama. Dalam terminologi Ilmu Mantiq, mustawi adalah setelah dua qadhiyah dibalik, pengertiannya tidak berubah.
Definisi ‘Aks Mustawiy:
العكس للستوى تبديل طرفى القضية مع الصدق والكيف
Aks mustawiy adalah menggantikan posisi Maudhu’ dan Mahmul qadhiyah dengan tetap terpelihara aspek “kebenaran” serta aspek “positif” dan “negatif”.
Dalam istilah logika, ‘Aks disebut juga dengan konversi. Konversi adalah cara mengungkapkan kembali suatu proposisi kepada proposisi lain yang semakna dengan menukar kedudukan subjek dan prediket pernyataan aslinya. Subjek pernyataan pertama menjadi prediket dan prediketnya menjadi subjek pada proposisi yang baru. Jadi kita beralih dari pernyataan tipe S lepada tipe P S, seperti;
Contoh:
- Tidak satupun mahasiswa adalah buta huruf.
- Tidak satupun yang buta huruf adalah mahasiswa.
Pernyataan asli disebut konvertend (ashl). Sedangkan pernyataan baru yang dihasilkan disebut konverse (’aks). Pengungkapan kembali melalui proses konversi memang mudah. Tetapi kita harus waspada karena tidak selamanya dengan pembalikan akan didapat proposisi yang benar.
Jika Salibah juz’iyyah, maka ’aks-nya tidak bisa dibut sebab akan salah. Contoh: قدلايكون اذا كان هذا معدنا كان ذهبا
Seperti halnya untuk Qadhiyah Syarthiyah Munfasilah tidak terdapat ’aks-nya, sebab dalam Qadhiyah Syarthiyah Munfasilah tidak terdapat keteraturan alamiah (tertib thabi’i); yang ada padanya adalah keteraturan penempatan yang tidak mungkin untuk dibuat aks-nya (tertib wadh’i).


B. Contoh Kalimat Konversi
Agar dapat konverse yang benar perlu diperhatikan patokan berikut;
1. Pernyataan A harus dikonversikan menjadi I
Contoh: - Semua batuan adalah benda keras (ashl)
- Sebagian benda keras itu beda (‘aks)

- Semua mahasiswa terdidik (ashl)
- Sebagian yang terdidik adalah mahasiswa (‘aks)

2. Pernyataan bentuk I dikonversikan menjadi I juga
Contoh: - Sebagian orang Indonesia itu dokter (ashl)
- Sebagian dokter itu orang Indonesia

- Sebagian cendekiawan boros (ashl)
- Sebagian yang boros adalah cendekiawan (‘aks)

3. Pernyataan E konversinya bentuk E juga
Contoh: - Tidak satu pun orang yang sukses hádala malas (ashl)
- Tidak satu pun orang yang malas adalah sukses (‘aks)

- Tidak satu pun hewan itu ketawa (ashl)
- Tidak satupun yang ketawa itu hewan (‘aks)

4. Pernyataan O tidak dapat dikonversikan
Contoh: - Sebagian manusia bukan guru
- Sebagian guru bukan manusia (salah)


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
‘Aks secara lughawi, mempunyai arti balik, sebaliknya atau membalikkan. Dalam istilah logika, ‘Aks disebut juga dengan konversi. Konversi adalah cara mengungkapkan kembali suatu proposisi kepada proposisi lain yang semakna dengan menukar kedudukan subjek dan prediket pernyataan aslinya.
Agar dapat konverse yang benar perlu diperhatikan patokan berikut;
1. Pernyataan A harus dikonversikan menjadi I
2. Pernyataan bentuk I dikonversikan menjadi I juga
3. Pernyataan E konversinya bentuk E juga
4. Pernyataan O tidak dapat dikonversikan

B. Saran


DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi A.K., “Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berpikir Logika”, 1998. Jakarta: Darul Ulum Pres.

Mundiri., “Logika”. 2000, Jakarta: Rajawali Pers.

Sambas, Syukriadi., “Mantik Kaidah Berpikir Islam”, 2005. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk menyatakan suatu proposisi kepada proposisi lain yang semakna serta menguji kesamaan dari beberapa prpsisi yang kita hadapai kita perlu mengetahui proses penyimpulan edukasi, melalui teknik konversi, obversi kontra posisi dan inversi.

Pada pembahasan makalah ini, kami membahas materi tentang konversi atau disebut juga dengan ’Aks.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Aks atau Konversi

‘Aks secara lughawi, mempunyai arti balik, sebaliknya atau membalikkan. Dalam terminologi Ilmu Mantiq, ‘aks adalah menjadikan bagian pertama dari qadhiyah pertama menjadi bagian kedua pada qadhiyah kedua, dan bagian kedua pada qadhiyah kedua menjadi bagian pertama pada qadhiyah pertama. Dalam terminologi Ilmu Mantiq, mustawi adalah setelah dua qadhiyah dibalik, pengertiannya tidak berubah.[1]

Definisi ‘Aks Mustawiy:

العكس للستوى تبديل طرفى القضية مع الصدق والكيف

Aks mustawiy adalah menggantikan posisi Maudhu’ dan Mahmul qadhiyah dengan tetap terpelihara aspek “kebenaran” serta aspek “positif” dan “negatif”.

Dalam istilah logika, ‘Aks disebut juga dengan konversi. Konversi adalah cara mengungkapkan kembali suatu proposisi kepada proposisi lain yang semakna dengan menukar kedudukan subjek dan prediket pernyataan aslinya. Subjek pernyataan pertama menjadi prediket dan prediketnya menjadi subjek pada proposisi yang baru. Jadi kita beralih dari pernyataan tipe S lepada tipe P S, seperti;[2]

Contoh:

- Tidak satupun mahasiswa adalah buta huruf.

- Tidak satupun yang buta huruf adalah mahasiswa.

Pernyataan asli disebut konvertend (ashl). Sedangkan pernyataan baru yang dihasilkan disebut konverse (’aks). Pengungkapan kembali melalui proses konversi memang mudah. Tetapi kita harus waspada karena tidak selamanya dengan pembalikan akan didapat proposisi yang benar.

Jika Salibah juz’iyyah, maka ’aks-nya tidak bisa dibut sebab akan salah. Contoh: قدلايكون اذا كان هذا معدنا كان ذهبا

Seperti halnya untuk Qadhiyah Syarthiyah Munfasilah tidak terdapat ’aks-nya, sebab dalam Qadhiyah Syarthiyah Munfasilah tidak terdapat keteraturan alamiah (tertib thabi’i); yang ada padanya adalah keteraturan penempatan yang tidak mungkin untuk dibuat aks-nya (tertib wadh’i).[3]

B. Contoh Kalimat Konversi

Agar dapat konverse yang benar perlu diperhatikan patokan berikut;

1.

Pernyataan A harus dikonversikan menjadi I

Contoh:

- Semua batuan adalah benda keras (ashl)

- Sebagian benda keras itu beda (‘aks)

- Semua mahasiswa terdidik (ashl)

- Sebagian yang terdidik adalah mahasiswa (‘aks)

2.

Pernyataan bentuk I dikonversikan menjadi I juga

Contoh:

- Sebagian orang Indonesia itu dokter (ashl)

- Sebagian dokter itu orang Indonesia

- Sebagian cendekiawan boros (ashl)

- Sebagian yang boros adalah cendekiawan (‘aks)

3.

Pernyataan E konversinya bentuk E juga

Contoh:

- Tidak satu pun orang yang sukses hádala malas (ashl)

- Tidak satu pun orang yang malas adalah sukses (‘aks)

- Tidak satu pun hewan itu ketawa (ashl)

- Tidak satupun yang ketawa itu hewan (‘aks)

4.

Pernyataan O tidak dapat dikonversikan

Contoh:

- Sebagian manusia bukan guru

- Sebagian guru bukan manusia (salah)


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

‘Aks secara lughawi, mempunyai arti balik, sebaliknya atau membalikkan. Dalam istilah logika, ‘Aks disebut juga dengan konversi. Konversi adalah cara mengungkapkan kembali suatu proposisi kepada proposisi lain yang semakna dengan menukar kedudukan subjek dan prediket pernyataan aslinya.

Agar dapat konverse yang benar perlu diperhatikan patokan berikut;

1. Pernyataan A harus dikonversikan menjadi I

2. Pernyataan bentuk I dikonversikan menjadi I juga

3. Pernyataan E konversinya bentuk E juga

4. Pernyataan O tidak dapat dikonversikan

B. Saran


DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi A.K., “Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berpikir Logika”, 1998. Jakarta: Darul Ulum Pres.

Mundiri., “Logika”. 2000, Jakarta: Rajawali Pers.

Sambas, Syukriadi., “Mantik Kaidah Berpikir Islam”, 2005. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.



[1] Prof. DR. H. Baihaqi A.K., “Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berpikir Logika”,. (Jakarta: Darul Ulum Pres, 1998). Hal. 102

[2] Drs. Mundiri., “Logika”., (Jakarta: Rajawali Pers, 200) Cet. IV Hal. 72

[3] Drs. H. Syukriadi Sambas., “Mantik Kaidah Berpikir Islam”,. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005) Cet. IV, hal. 111